Seo Services

Asian Games dan "Pertarungan" Politik

Asian Games dan "Pertarungan" Politik






INFO TERKINI Sulutan komunikasi "pertarungan" politik telah bermula belakangan hari ini. Maklumlah, kita memang tengah memasuki tahun politik. Kejadian-kejadian yang sekecil apa pun dalam pandangan kalangan yang netral alias tidak berpihak (atau bisa dikatakan juga cenderung tidak terlalu peduli), kadang menjadi tampak berlainan dalam tangkapan penonjolan isu pihak yang berada dalam kubu berseberangan.
Seperti kejadian estafet kirab obor Asian Games yang tiba-tiba padam saat dipegang Presiden Joko Widodo di halaman Istana Merdeka pada Jumat, 17 Agustus 2018 lalu.
Tindakan Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutapean memviralkan video kejadian tersebut tentu memiliki tujuan politis tertentu. Sebagai bagian dari partai yang berada di domain seberang pendukung Joko Widodo, insiden kecil yang sebetulnya hanya akibat embusan angin yang kelewat kencang itu kemudian dia mainkan dengan adonan taktis.
INFO TERKINI Komunikasi berbaur firasat pun dia sajikan dalam kemasan kampanye negatif yang menurutnya absah-absah saja dalam suatu kontestasi politik. Ah, seperti dalam film India saja, yang para penonton setianya akan dengan gampang menemukan dialog sang karakter, bahwa dalam perebutan cinta semua jenis tindakan perjuangan apa pun guna pencapaian target, yaitu temuan cinta sejati, adalah sah belaka.
Komoditas Politik
Asian Games 2018 bisa jadi sama-sama menjadi komoditas politik dari kedua kubu. Bagi kubu Joko Widodo–Ma'ruf Amin, kesuksesan penyelenggaraan pesta olahraga akbar se-Asia yang baru terselenggara kembali di Indonesia setelah lima puluh enam tahun lalu pernah berlangsung di Jakarta tersebut akan turut menjadi salah bukti konkret yang turut berkontribusi bagi daya topang keterpilihan kembali dirinya untuk menduduki singgasana kepresidenannya pada kali kedua.
Sementara itu, bagi kubu Prabowo Subianto–Sandiaga Uno, kekurangan sekecil apa pun dalam perhelatan Asian Games 2018 akan menjadi pintu masuk untuk melancarkan upaya mengurangi atau bahkan kalau mungkin memakzulkan capaian prestasi, baik berupa sukses penyelenggaraan maupun sukses menembus target sepuluh besar. Akan selalu ada kritik yang meluncur, seberapa pun tinggi suatu capaian prestasi. Akan senantiasa ada celah ketidaksempurnaan.
Ketidaksempurnaan demi ketidaksempurnaan itulah yang digarap dalam kontestasi yang mau tidak mau akan kembali terbelah tegas-tegas pada dua kubu yang saling berhadap-hadapan secara frontal. Karena itu saya menduga, bukan tidak mungkin akan ada kejadian-kejadian lain, baik signifikan maupun tidak signifikan, baik yang terkait dengan Asian Games 2018 maupun peristiwa-peristiwa sosial budaya dan politik lain, yang akan mereka mainkan sebagai bagian dari komunikasi "pertarungan" merebut suara pemilih.

Komunikasi dengan konten narasi firasat, keadaan yang teramalkan bakal terjadi pada kemudian hari dengan mengacu pada semacam penanda simbolis --seperti obor yang padam-- menjadi simbol dari kemungkinan "padam"-nya citra kandidasi presiden pada diri seorang Joko Widodo, sekalipun sangat irasional sungguh merupakan wujud komunikasi politik yang unik.


INFO TERKINI Saya tidak berani menyebutnya sebagai "kelakar politik". Bagaimanapun, politikus dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan politisnya, sekalipun tampak sangat irasional, tentu ada kalkulasi-kalkulasi yang telah menjadi pertimbangan dengan strategi yang telah dipikirkan masak-masak sebelumnya. Bisa jadi pula, pernyataan yang menunjukkan adanya komunikasi "firasat" yang irasional dan tampak nyeleneh itu memang sengaja menemukan pengalimatannya untuk menegaskan dengan bahasa simbol, bahwa Partai Demokrat memang hanya separuh hati masuk ke gerbong koalisi Prabowo.

Hal itu bisa dikatakan wajar pula. Seperti kita ketahui bersama, Partai Demokrat memang terpaksa tidak bisa netral dan harus memilih salah satu kubu pasangan kandidat presiden dan wakil presiden agar terbebas dari sanksi tidak bisa mengajukan calon sendiri pada pemilihan umum tahun-tahun mendatang. 

Jadi, ini hanya pilihan strategi dan bukannya memang ingin berniat secara tulus (kata "tulus" ini agaknya terlalu mahal di dunia politik) untuk berkoalisi. Ada yang mengibaratkan, seperti menyerahkan mobil tetapi tanpa mesinnya. Sebuah transaksi koalisi yang lamis.
Bila memang benar demikian, maka bisa menerima sentuhan pemahaman yang wajar bahwa keseluruhan komunikasi politik yang terbangun --setidaknya tersuratkan dari pernyataan Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutapean-- yang tidak rasional dan kurang memberi edukasi politik yang cerdas kepada masyarakat pemilih, memang merupakan faktor kesengajaan rancang bangun komunikasi "pertarungan" politik yang terbentuk. 

Bisa jadi, struktur komunikasi yang demikian merupakan bentuk kesengajaan setelah Agus Harimurti Yudhoyono pada akhirnya terpental dari kiprah kontestasi sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo.
Sulit memang untuk dinalar secara sehat, politikus yang profesional di bidangnya mengeluarkan spernyataan yang setara dengan narasi kepercayaan firasat tentang seseorang yang entah dengan sengaja atau tidak memecahkan cermin, sehingga dirinya akan tertimpa kesialan. Atau, tentang tindakan seseorang yang merusakkan atau mematahkan cobek (tempat membuat sambal) sehingga dia akan terkena kenahasan, sebelum dia meruwat dirinya sendiri dengan menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit guna menghilangkan sukerta yang melekat pada perjalanan nasibnya.
Tapi, pada kenyataannya komunikasi "pertarungan" politik itulah yang telah muncul di media dan dikonsumsi publik dalam skala besaran yang luas sebagai konsekuensi logis dari bentuk komunikasi massa. Publik bisa menilainya sendiri soal kualitas pernyataan dari pihak yang kecewa dan cenderung mengada-ada itu. Sangat boleh jadi, pernyataan semacam itu memang ada pangsa pasarnya sendiri. Entahlah.
INFO TERKINI Asian Games 2018 bagi warga negara Indonesia seperti saya yang tidak memiliki kepentingan politik apa pun untuk menggarapnya, tentu masih bisa memberikan apresiasi sewajarnya terhadap penyelenggaraan upacara pembukaan yang begitu dipersiapkan dengan maksimal. Semoga pembukaan yang luar biasa itu berimbas pada laga-laga dari multicabang olahraga yang tersaji selama perhelatan berlangsung. Semoga nilai-nilai fair play terus dijunjung tinggi.
Suatu apresiasi sewajarnya diberikan terhadap penyelenggaraan Asia Games 2018, karena semata-mata bersumber dari kebanggaan total sebagai seorang warga bangsa. Bukan karena berkepentingan untuk memuja pasangan kandidat presiden dan wakil presiden tertentu. Bukan pula sebaliknya, karena kepentingan untuk memakzulkan capaian prestasi pasangan kandidat tertentu.
Asian Games dan "Pertarungan" Politik Asian Games dan "Pertarungan" Politik Reviewed by Unknown on August 24, 2018 Rating: 5
Powered by Blogger.